Indonesia adalah negara hukum, penjelasan ini dapat
dilihat pada alinea keempat pembukaan UUD 1945 jo. Pasal 1 ayat (3) UUD Negara
Republik Indonesia Tahun 1945. Konsep negara hukum yang secara historis tumbuh
dan berkembang pada dunia berat mengalami modifikasi di Indonesia berdasarkan
Pancasila, sehinga disebut juga dengan istilah “Negara Hukum (rechtsstaat) berdasarkan Pancasila.
Dalam hal ini dianut suatu ajaran kedaulatan hukum2 yang menempatkan
hukum kepada kedudukan tertinggi, hukum dijadikan (guiding Principle) bagi segala aktifitas orang-orang negara,
pemerintah, pejabat-pejabat beserta rakyatnya baik yang berada di tingkat pusat
maupun di tingkat daerah.
Pada pasal 1 angka 3 Undang-undang nomor 32 Tahun
2004 Tentang Pemerintah Daerah, Pemerintah daerah adalah penyelenggara urusan
pemerintahan oleh pemerintah daerah DPRD menurut asas otonomi dan tugas
pembantuan dengan prinsio otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia
Tahun 1945. Dalam penyelenggaraan unsur pemerintahan di daerah, maka
dilaksanakan melalui 3 (tiga) asas yaitu :
1. Asas Desentrakusasi, adalah penyerahan wewenang
pemerintah oleh pemerintah kepada daerah untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan
dalam sistem NKRI.
2. Asas Dekonsentrasi, adalah pelimpahan wewenang
pemerintahan oleh pemerintah pada Gubernur sebagai wakil pemerintah kepada
insransi vertial di wilayah tertentu.
3. Asas Tugas Pembantuan, adalah penugasan dari
pemerintah kepada daerah/desa dari pemerintah provinsi kepada pemerintah
kabupaten/kota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu.3
Sedangkan menurut Misdyanti dan R.G Karta Sapoetra
menyebutkan bahwa dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah dikatakan
pemerintah daerah adalah pemegang kemudi dalam pelaksanaan kegiatan
pemerintahaan di daerah.4
Setiap
perbuatan pemerintah harus bertumpu pada suatu kewenangan yang sah. Tanpa
didasari kewenangan yang sah, seorang pejabat ataupun lembaga tidak dapat
melaksanakn suatu perbuatan pemerintahan. Oleh karena itu, kewenangan yang sah
merupakan atribut bagi setiap pejabat ataupun lembaga. Dalam buku Lutfi Efendi
kewenangan yang sah ditinjau dari mana kewenangan itu diperoleh, maka 3
kategori kewenangan yaitu :
a. Kewenangan atributif lazimya digariskan atau berasal
dari adanya pemerintahan kekuasaan Negeri oleh Undang-undang Dasar. Istilah
lain untuk kewenangan atributif adalah kewenangan asli atau kewenangan yang
tidak dapat dibagi-bagikan kepada siapapun. Dalam kewenangan atributifm,
pelaksanaanya dilakukan sendiri oleh pejabat atau badan tersebut yang tertera
dalam peraturan dasarnya. Adapun mengenai tanggung jawab dan tanggung gugat
berada pada pejabat ataupun pada badan sebagaimana tertera dalam peraturan
dasarnya.
b. Kewenangan Mandat merupakan kewenangan yang bersumber
dari proses ataau prosedur pelimpahan dari pejabat atau badan yang lebih tinggi
kepada pajabat atau badan yang lebih rendah. Kewenangan mendat terdapat dalam
hubungan rutin atasan bawahan. Kecuali bila dilarang secara tegas. Kemudian
setiap saat pemberi kewenangan dapat menggunakan sendiri wewenang yang
dilimpahkan tersebut.
c. Kewenangan Delegatif merupakan kewenangan yang
bersumber dari pelimpahan suatu organ pemerintah kepada orang lain dengan dasar
peraturan perundang-undangan. Berada dengan kewenangan mandat dalam kewenangan
delegetif tanggung jawab dan tanggung gugat beralih kepada yang diberi limpahan
wewenang tersebut atau beralih pada delegataris. Dengan begitu pemberi wewenang
tidak dapat menggunakan wewenang itu lagi.5
Izin
merupakan suatu yang dilarang tetapi diperbolehkan atas persetujuan. Izin ini
ditunjukkan untuk mengendalikan tingkah laku masyarakat dalam melakukan suatu
perbuatan atau tindakan yang sebenarnya dilarang oleh peraturan perundang-undangan.
Menurut
Prajudi Atmosudirdjo, izin merupakan suatu penetapan yang merupakan dispensasi
daripada suatu larangan oleh udnang-undang. Beliau juga berpendapat bahwa
karakter hukum daripada diri izin adalah “tidak melarang’ suatu perbuatan,
namun unutk melakukan perbuatan tersebut diperlukan keputusan dari pejabat
berwenang.6
Dengan
demikian izin pada hakikatnya jika si pembuat peraturan, secara umum tidak
melarang sesuatu perbuatan, asal saja perbuatan tersebut dilakukan sesuai
dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku. Perbuatan Administrasi Negara yang
memperkenankan perbuatan tersebut bersifat suatu izin7. Adapun
tujuan diadakannya system izin ini antara lain adalah untuk mengarahkan
aktivitas-aktivitas tertentu yang dilakukan oleh manusia, mencegah bahaya bagi
lingkungan, serta keinginan melindungi objek-objek tertentu. Izin digunakan
oleh pengusaha/pemerintah utnuk mempengaruhi warga negara agar mau mgngikuti
cara yang dianjurkan guna mencapai tujuan tertentu.8
Dengan
demikian dalam penyelesaian terhadap pelanggaran kaidah-kaidah perizinan yang
berhubungan dengan izin gangguan Hinder Ordonantie untuk club malam, sanksi
hukum administrasi. Sanksi ini diterapkan oleh pemerintah bilamana terjadi
pelanggaran atas kaedah-kaedah hukum administrasi. Sanksi ini mempunyai fungsi
instrumental, yaitu pencegahan dan penanggulangan perbuatan terlarang dan
terutama ditujukan terhadap perlindungan kepentingan yang dijaga oleh ketentuan
hukum yang dilanggar. Dalam melaksanakan bentuk tindakan administrasi negara
secara garis besar dibagi menjadi dua macam yakni :
1. Tindakan hukum (recht
hendelingen) adalah tindakan yang dimaksudkan untuk menciptakan hak dan
kewajiban, peciptaan hubungan hukum baru atau perubahan atau pengahiran
hubungan hukum yang ada. Tindakan hukum itu sendiri dapat berupa.
1)
Tindakan menurut
hukum publik bersegi satu yaitu suatu tindakan hukum yang dilakukan oleh aparat
administrasi negara berdasarkan wewenang istimewa dalam hal membuat suatu
keterapan yang mengatur hubungan antara sesama administrasi negara maupun
antara administrasi negara dengan masyarakat, misalnya penetapan seorang
menjadi pegawai negeri.
2)
Tindakan menurut
hukum publik bersegi dua yaitu suatu Tindakan
aparat administrasi negara yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih secara
sukarela. Misalnya perjanjian pembuatan gedung, jembatan dengan pihak swasta
(pemborong). Dalam hal tindakan hukum publik bersegi dua juga dapat disebut
sebagai tindakan hukum ptivat.
2. Tindakan nyata (feitelijke
hendelingen) adalah tidakan yang tidak ada relevansinya dengan hukum oleh
karena itu tidak menimbulkan akibat-akibat hukum. Atau bukan tindakan hukum.9