Pentingnya sejarah partai politik
penulis uraikan pada tulisan ini, sebagai pertimbangan bahwa sejarah
pada hakekatnya mengungkap berbagai peristiwa besar pada masa lalu, agar
dapat di jadikan bahan penunjang dan pembanding kenyataan di era saat
ini dalam proses ke era yang akan datang. Orang pandai sering berkata
bahwa hari ini adalah produk hari kemarin dan yang akan mempengaruhi
hari esok. Demikian juga halnya dengan sejarah Partai politik di
Indonesia merupakan produk masa lalu yang perlu di ungkap dan di kaji
kembali agar dapat di manfaatkan dalam menyikapi perkembangan partai
politik di Indonesia, baik pada era saat ini dan terlebih lagi di era
yang akan datang.
Pada umumnya partai politik di gunakan oleh kebanyakan negeri atau
rakyat terjajah sebagai salah satu sarana untuk membebaskan dirinya dari
belenggu penjajahan. Kebanyakan negeri atau rakyat yang terjajah
tertarik pada partai politik, karena partai politik itu dapat menjadi
kekuatan tandingan untuk menantang penjajahan, dan memiliki potensi
sebagai sarana yang dapat diandalkan untuk mencapai kemerdekaan.Di
Indonesia sendiri, Partai politik pertama-tama lahir dalam zaman
Kolonial Belanda sebagai manifestasi bangkitnya kesadaran nasional.
Berbicara sejarah partai politik di Indonesia, pada dasarnya harus di
mulai dengan adanya organisasi kemasyarakatan yang memposisikan diri
dalam perjuangan di bidang pendidikan dan pengajaran. Organisasi
kemasyarakatan yang di maksud adalah Budi Utomo, yang di dirikan pada
tanggal 20 Mei 1908 oleh Dokter Wahidin Soedirohoesodo.25 Walaupun Budi
Utomo di bentuk hanya sebagai organisasi sosial, namun jati dirinya
melekat rasa perjuangan melawan kolonial Belanda. Oleh sebab itu, Budi
Utomo Merupakan cikal bakal berdirinya partai politik di era pergerakan
kemerdekaan Indonesia.
Akar pertama tumbuhnya partai politik di Indonesia yang sesungguhnya
diawali dengan berdirinya Indische Partij pada tanggal 15 September 1912
oleh Tiga Serangkai, yaitu : Douwes Dekker, Tjipto Mangunkusumo Dan
Soewardi Soeryaningrat. Partai politik inilah yang menjadi pelopor
munculnya partai-partai politik sebelum kemerdekaan Indonesia. Hal ini
sejalan dengan
pernyataan yang dikemukakan PK Poerwantana, sebagai berikut ;
"Sejarah partai politik politik di Indonesia yang di awali pertumbuhannya sejak tahun 1912 dalam sejarah perkembangannya memiliki tujuan yang berbeda-beda. Indische partij merupakan partai politik pertama di Indonesia yang menjadi pelopor timbulnya organisasi-organisasi politik di zaman pra kemerdekaan, baik organisasi politik yang bersifat ilegal maupun legal."26
Perlu di jelaskan bahwa partai politik pada zaman pra kemerdekaan pada umumnya bertujuan untuk meperjuangkan tercapainya cita-cita Indonesia ke depan.
Setelah Indische Partij di bubarkan oleh pemerintah Kolonial Belanda, maka pada tahun 1919 kembali di dirikannya National Indische Partij (NIP) yang kemudian di susul lahirnya partai-partai politik baru, antara lain : 1). Indische Social Democratische Vereniging (ISDV), 2). Partai Nasional Indonesia, 3). Partai Indonesia, 4), Partai Indonesia Raya, 5), Serekat Islam, 6), Partai Katolik, dan lain-lain.27 Partai-partai politik ini di dirikan bertujuan untuk melakukan pergerakan kearah kemerdekaan Indonesia. Mereka melihat kemerdekaan sebagai hak setiap orang dan sekelompok orang yang terlingkup di dalam suatu bangsa, tanpa perlu menghubungkannya dengan aliran yang hidup dalam masyarakat, maupun ajaran agama yang di anut.
Sedangkan pada rezim pemerintah Jepang yang sangat represif bertahan sampai tiga setengah tahun. Semua sumber daya, baik kekayaan alam maupun tenaga manusia, di kerahkan untuk menunjang perang "Asia Timur Raya". Dalam rangka itu pula semua partai di bubarkan (yang hidup pada masa Kolonial Belanda)29. Namun pada akhirnya pemerintah militer Jepang kembali menyetujui berdirinya sebuah partai politik yang bernama Pusat Tenaga Rakyat (Putera) di bawah pimpinan Empat Serangkai, yakni ; Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, Ki. Hajar Dewantara dan K.H. Mansyur. Namun atas perintah pemerintah Jepang pula, partai politik ini harus di bubarkan pada bulan Maret Tahun 194430.
Menyerahnya tentara Hindia Belanda kepada tentara Jepang, yang di susul dengan kekalahannya tentara Jepang, Membulatkan tekad kita untuk melepaskan diri, baik dari kolonialisme Belanda Maupun fasisme Jepang, Dan mendirikan suatu Negara modern yang demokratis.31 Selanjutnya mengenai sejarah partai politik di Indonesia pada zaman kemerdekaan di mulai dengan di keluarkannya Maklumat Pemerintah tanggal 3 Nopember tahun 1945 yang lahir atas usulan Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BP-KNIP).
Adapun isi Maklumat pemerintah pada tanggal 3 Nopember 1945 di maksud ialah :
1. Pemerintah menyukai timbulnya partai-partai politik, karna dengan adanya partai-partai itulah segala aliran paham yang ada dalam masyarakat dapat di pimpin kejalan yang teratur,
2. Pemerintah berharap supaya partai-partai itu telah tersusun sebelum di langsungkan pemilihan anggota badan-badan perwakilan rakyat dalam bulan januari 1946.
Adanya Maklumat pemerintah tersebut, ternyata mendapat respon positif dari masyarakat dan elit politik pada saat itu, yang di tandai dengan berdirinya partai-partai politik, seperti :
1. Partai Sosialis,
2. Partai Buruh Indonesia,
3. Partai Nasional Indonesia (PNI),
4. Partai Komunis Indonesia (PKI),
5. Partai Rakyat Jelata atau Murba,
6. Masyumi (Majelis Syuro Muslimin Indonesia).33
Tentang Maklumat Pemerintah pada tanggal 3 NopemberTahun 1945 tersebut, Arbi Sanit berkomentar bahwa :
"Setelah keluarnya Maklumat pada tanggal 3 Nopember tahun 1945, dari pada organisasi-organisasi social dan partai politik yang sudah di bentuk, baik pada masa kekuasaan pemerintah colonial Belanda, maupun pada masa kekuasaan Jepang. Demikian pula dengan partai-partai politikyang baru sebagai respon atas keluarnya maklumat tersebut."
Seperti organisasi-organisasi perjuangan kemerdekaan dan partai-partai sebelum kemerdekaan, pengaruh ikatan primordial (yang di dasarkan pada orientasi ras, agama, suku dan antar golongan) terhadap pengorganisasian partai-partai politik setelah proklamasi kemerdekaan Sungguh sangat jelas sekali. Sejalan dengan peningkatan ketergantungan partai politik pada dukungan rakyat atau masyarakat untuk memperoleh kemenagan dalam pemilihan umum Pertama di Indonesia, maka pengaruh ikatan-ikatan primordialisme, seperti suku, agama dan kedaerahan semakin kentara mempengaruhi kehidupan dan pengorganisasian partai-partai politik awal kemerdekaan di Indonesia. Dapat di bedakan misalnya, antara partainya "orang santri, orang abangan, dan pryayi, berdasarkan agama dan kebudayaan kelompok masyarakat pendukung partai, terutama di pulau jawa.35 Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi), Nahdatul Ulama (NU), Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII), Partai Tarbiah Islamiah (Perti) misalnya, Twrgolong partainya orang santri. Partai Komunis Indonesia (PKI) dan Partai Sosialis Indonesia (PSI) memperoleh dukungan dari kalangan orang abangan, dan Partai Nasional Indonesia (PNI) yang kekuatan massanya kepada orang priyayi.36
Perlu di tekankan dalam pembahasan ini bahwa 1 (satu) bulan setalah proklamasi kemerdekaan, atau berdasarkan Maklumat Pemerintah pada Tanggal 3 Nopember 1945 tentang anjuran pemerintah untuk membentuk partai politik di dalamnya juga tersirat sistem multy partai. Sebagaimana paparan Miriam Budiardjo, sebagai berikut :
"… satu bulan setelah proklamasi kemerdekaan, kesempatan di buka lebar-lebar untuk mendirikan partai politik, anjuran tersebut mendapat sambutan yang antusias dari para aktivis politik nasaional, baik yang sudah berkecimpung dalam politik masa penjajahan maupun pada masa pasca kemerdekaan. Dengan demikian system kepartaian kembali ke pola multy partai (multy party system) yang telah di mulai sejak zaman kolonial.
Perjalanan partai-partai politik dengan system multi partai (multy party system), berikut basis massa pendukungnya (santri, abangan dan priyayi). Setelah keluarnya Maklumat pemerintah pada tanggal 3 Nopember1945, kemudian sampai ke gerbang Pemilihan Umum Tahun 1955 dengan menerapkan konsep Demokrasi Liberal dan system pemerintahan parlementer.
Pemilihan Umum tahun 1955 yang di selenggarakan pada tanggal 29 September 1955 telah di ikuti oleh 29 (dua puluh Sembilan) partai politik. Namun, hasil akhir setelah pemilihan umum tersebut, maka partai politik yang memperoleh kursi di dewan perwakilan rakyat (DPR) ialah sebagai berikut :
PARTAI POLITIK YANG MEMPEROLEH KURSI PADA PEMILU TAHUN 1955
NAMA PARTAI
1. PNI8.
2. Masyumi
3. Nahdatul Ulama (NU)
4, PKI
5. PSII
6. Parkindo
7. Partai Katolik
8. PSI
9. IPKI
10. PERTI
11. PRN
12. Partai Buruh
13. GPPS
14. PRI
15. PPPRI (Police Employees Association of the Republik of Indonesia)
16. Partai Murba
17. Baperki
18. PIR-Wongsonegoro
19. Gerinda
20. Permai
21. Partai Persatuan Daya(Dayak
22. Unity Parti)
23. PIR-Hazairin
24. PPTI
24. AKUI
26. PRD
27. PRIM
28. Acoma
29. R.Soejono Prawirosoedarso And Associates
Sejarah mecatat bahwa pemilihan umum tahun 1955 merupakan pemilihan umum paling demokratis selama Indonesia berdiri. Pada waktu itu, semua organisasi sosisal politik dapat menjadi peserta pemilu. lihat saja dalam table 1 tersebut di atas, tedapat partai Daya (Dayak Unity Party), yang bernuansa budaya, Partai Polisi dan sebagainya. Padahal jika kita lihat secara kontemporer, sebenarnya hal itu merupakan kebijakan pemilihan umum yang dapat memicu terjadi nya disintegrasi bangsa. Betapa tidak, institusi seperti polisi yang seharusnya sebagai pengaoyom masyarakat, yang harus berdiri di semua golongan (semua pihak), justru pada saat itu di berikan kesempatan sebagai peserta pemilihan umum.
Hasil pemilihan umum tahun 1955 tersebut mampu membentuk lembaga pembuat Undang-Undang Dasar atau yang di kenal dengan nama Konstituante dan Dewan Perwakilan Rakyat. Namun keberadaan Lembaga Konstituante tidak bertahan lama, karena pada tahun 1959 Presiden Soekarno mengeluarkan dekrit presiden yang sangat kontroversial, yaitu Dekrit Presiden 5 juli 1959. Melalui Dekrit Presiden tersebut, maka Indonesia kembali ke Undang-Undang Dasar 1945. Ada pun isi dari Dekrit yang di maksud ialah sebagai berikut:
1. Pembubaran Konstituante,
2. Kembali ke UUD 1945
3. Pembentukan Majelis Permusyawaratan Rakyat sementara (MPRS), dan Dewan Pertimbangan Agung Sementara (DPAS)
Dekrit Presidaen tersebut diatas, menurut Yusril Ihza Mahendra sebagai suatu "revolusi hukum". Tindakan itu adalah perbuatan radikal terhadap konstitusi tanpa menggunakan prosedur ketentuan-ketentuan perubahan UUD atau konstitusi di dalam kostitusi yang di gantikannya. Lebih jelasnya Yusril Ihza Mahendra menerangkan sebagi berikut :
"Jelas kiranya bahwa Dekrit Presiden 5 Juli 1959 adalah sumber hukum bagi berlakunya UUD 1945 di masa sekarang. Saya cendrung sependapat dengan Logeman yang menilai Dekrit Presiden 5 Juli 1959 sebagai suatu revolusi hukum. Tindakan itu adalah perubahan radikal terhadap konstitusi tanpa menggunakan prosedur ketentuan-ketentuan perubahan konstitusi, di dalam konstitusi yang di gantikannya."
Sejak di keluarkannya dekrit Presiden 5 Juli 1959, maka presiden Soekarno selaku presiden berkuasa kembali dengan jargon politiknya "Demokrasi Terpimpin". yang senyatanya dengan bentuk demokrasi seperti ini telah mengubur dalam-dalam semua partai politik di Indonesia sebagai mana di ketahui bahwa sejak Soekarno kembali menjadi Presiden menurut UUD 1945, ia menggalang persatuan nasional dengan memaklumkan Nasakom (Nasional, Agama dan Komunis) sebagai usaha mengakomodasi golongan-golongan yang ada dalam masyarakat. Dengan kekuasaan presiden yang begitu besar, rupanya golongan Nasionalis dan Komunis yang lebih mempunyai akses kepada presiden.
Pada tanggal 11 Maret 1966 Presiden Soekarno mengeluarkan surat perintah yang dikenal dengan "Supersemar" kepada Letnan Jendral Soeharto (Menteri/Panglima Angkatan Darat) yang pada pokok nya berisi perintah kepada Letnan Jendral Soeharto untuk dan atas nama presiden, selaku pimpinan revolusi mengambil segala tindakan yang di anggap perlu guna keamanan dan ketegangan serta ke stabilan Negara dan pemerintah. Berbekal surat perintah itu Soeharto menetapkan pembubaran dan pelarangan. Partai Komunis Indonesia (PKI). Larangan dan pembubaran PKI tersebut, kemudian di tuangkan secara resmi dalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Nomor XXV/MPRS/1966 yang menyatakan bahwa paham atau ajaran komunis/marxisme/leninisme pada hakekatnya bertentangan dengan Pancasila. Yusril Ihza Mahendra pun mengomentari hal tersebut sebagai berikut :
"Pada zaman Demokrasi Pancasila pada awal nya partai politik boleh menggunakan ideologinya masing-masing, kecuali partai-partai yang menggunakan ideology Komunis Indonesia. Komunis secara resmi di larang dan Partai Komunis Indonesia (PKI) dengan resmi di bubarkan. Secara resmi Ketetapan MPRS Nomor XXV/MPRS/1996 menyatakan bahwa paham dan ajaran Komunis/Marxisme-Leninisme pada hakikatnya bertentangan dengan Pancasila."
Bertitik tolak dari supersemar tersebut maka kekuasaan Soekarno dengan system politik Demokrasi Terpimpinya menjadi lenyap. Lenyapnya kekuasaan soekarno kemudian di perkuat dangan ketetapan MPRS melalui Sidang Istimewa pada tahun 1967 mengangkat jendral Soeharto sebagai pejabat Presiden, sehingga sebagai symbol pun Soekarno tidak diakui sebagai pemegang kekuasaan. Dan pada bulan Maret 1968 MPRS mengangkat Jendral Soeharto sebagai Presiden definitf42. Setelah Soeharto resmi menjabat sebagai presiden maka rezim Orde Baru pun muncul, dan melahirkan "Demokrasi Pancasila". Istilah ini lahir sebagai tandingan terhadap istilah "Demokrasi Terpimpin" Dibawah pemerintahan Soekarno, Maka rezim baru yang menggantikannya mulai memperhatikan keberadaan partai politik. Hal ini terlihat dalam pelaksanaan pemilihan umum tahun 1971 denagan mengikutkan 9 (Sembilan) partai politik di tambah Golongan Karya sebagai peserta pemilu. Agar lebih jelasnya dapat di lihat pada table berikut ini :
PARTAI POLITIK DAN JUMLAH KURSI
PADA PEMILIHAN UMUM TAHUN 1971
NO PARTAI POLITIK PESERTA PEMILU JUMLAH KURSI
1. Partai Nasional Indonesia 20
2. Partai Muslimin Indonesia 24
3. Murba -
4. Partai Kristen Indonesia 7
5. Partai Katolik 3
6. PERTI 2
7. IPKI -
8. Partai Nahdatul Ulama 58
9. PSSI 10
10. Golongan Karya 236
Jumlah 360
Selanjutnya, Pada tahun 1973 diadakan penyederhanaan partai politik. Yaitu pada tanggal 5 Januari 1973 empat partai yang beridiologikan Islam seperti Partai Nahdatul Ulama, Partai Muslimin Indonttesia, Partai Serekat Islam Indonesia, dan Persatuan Tarbiah Islamiah (Perti) bergabung menjadi Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Selain dari itu, 5 (lima) partai, yaitu Partai Nasional Indonesia, Partai Kristen Indonesia, Partai Katolik, Partai Murba, dan Partai Pendukung kemerdekaan Indonesia (IPKI) bergabung menjadi Partai Demokrasi Indonesia (PDI).43 Dengan demikian mulai pemilihan umum pada tahun 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997 hanya ada 3 (tiga) Partai politik beserta Golongan Karya yang menjadi peserta pemilihan umum. Agar lebih terperinci, maka penulis menguraikan seluruh jumlah partai politik yang ikut pemilihan umum sejak tahun 1955- 1997, sebagi berikut :
OPP SEJAK SEJAK TAHUN 1955
HINGGA PEMILU TAHUN 1997
NO TAHUN PEMILIHAN UMUM JUMLAH OPP KETERANGAN
1 1955 29 -
2 1971 10 Termasuk Golkar
3 1977 3 Sda
4 1982 3 Sda
5 1987 3 Sda
6 1992 3 Sda
7 1997 3 Sda
Sejak rezim Orde Baru berlangsung dari tahun 1968 sampai 1998. Dalam jangka waktu tersebut, ekonomi Indonesia bekembang pesat namun demikian praktek kolusi, korupsi dan nepotisme (KKN) juga merajalela. Selain itu kesenjangan antara rakyat yang kaya dan miskin juga makin melebar Adapun kekurangan system pemerintahan Orde baru di bawah tangan soeharto, Yaitu : Kolusi korupsi dan nepotisme semakin merajalela, Pembangunan Indonesia yang tidak merata, Bertambahnya kesenjangan sosial (ketimpangan pendapatan antara si kaya dan si miskin), Kritik di bungkam dan Oposisi di haramkan, kebebasan pers sangat terbatas.
Berdasarkan hal tersebut Pada awal Mei tahun 1998 terjadi gelombang Demonstrasi besar-besaran yang di lakukan oleh mahasiswa. Mahasiswa mendesak Suharto agar turun dari jabatan presiden, dan puncaknya pada tanggal 21 Mei akhirnya Presiden Soeharto resmi mengundurkan diri dari jabatan Presiden republik Indonesia, dan jabatan Presiden kemudian di serahkan kepada B.J. Habibie. Semenjak Rezim Orde Baru runtuh, Pada tahun 1998 hinga tahun 2009 berbagai macam partai polik pun lahir, tidak seperti halnya pada masa orde baru berkuasa yang hanya ada 3 partai politik saja yang di perbolehkan ikut dalam pentas politik. Pada tahun 1999 partai politik yang lolos sebagai peserta pemilu berjumlah 48 partai politik dan hasil pemilu tahun 1999 ini melahirkan Mega Wati Soekarno Putri Sebagai Presiden Republik Indonesia, dan pada tahun 2004 Partai politik berjumlah 24 Partai.
Hasil pemilu tahun 2004 tersebut mengantarkan Susilo Bambang Yudhoyono sebagai Presiden Republik Indonesia Ke 6 (enam) setelah Mega Wati Soekarno Putri. Namun Di saat perjalanan pemeritahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, telah terjadi gerakan Separatis yang membahayakan kesatuan dan persatuan bangsa, yang dilakukan Oleh Gerakan Aceh Merdeka, Namun pergerakan GAM tersebut dapat di redam setelah Pemerintah Indonesia mengadakan Peoses perdamaian pada tahun 2005.
Proses perdamaian tahun 2005 tersebut telah mentranspormasi Aceh dari medan perang menjadi arena pertarungan politik paling dinamis, sekaligus laboratorium Demokratisasi yang melahirkan terobosan-terobosan inovatif dalam politik Indonesia. Setelah sukses dengan eksperimen calon independen dalam pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2006, dalam pemilu tahun 2009, Aceh mempelopori lahirnya partai Politik lokal, 6 (enam) Partai politik 2 (dua) diantaranya berbasis mantan gerakan Pro kemerdekaan dan referendum-bertarung bersama 38 (tiga puluh delapan) Partai politik Nasional.45
Untuk lebih jelasnya penulis akan menguraikan Partai politik Nasional dan partai politik lokal Aceh yang menjadi peserta pemilu Tahun 2009, Dalam tabel berikut :
JUMLAH PARTAI POLITIK NASIONAL DAN PARTAI POLITIK LOKAL
PESERTA PEMILU TAHUN 2009 BERDASARKAN NOMOR URUT
NO NAMA PARTAI POLITIK
1 Partai Hati Nurani Rakyat
2 Partai Karya Peduli Bangsa
3 Partai Pengusaha Dan Pekerja Indonesia
4 Partai Peduli Rakyat Nasional
5 Partai Gerakan Indonesia Raya
6 Partai Barisan Nasional
7 Partai Keadilan Dan Persatuan Indonesia
8 Partai Keadilan Sejahtera
9 Partai Amanat Nasional
10 Partai Perjuangan Indonesia Baru
11 Partai Kedaulatan
12 Partai Persatuan Daerah
13 Partai Kebangkitan Bangsa
14 Partai Pemuda Indonesia
15 Partai Nasional Indonesia Marhaenisme
16 Partai Demokrasi Pembaruan
17 Partai Karya Perjuangan
18 Partai Matahari Bangsa
19 Partai Penegak Demokrasi Indonesia
20 Partai Demokrasi Kebangsaan
21 Partai Republika Nusantara
22 Partai Pelopor
23 Partai Golkar
24 Partai Persatuan Pembangunan
25 Partai Damai Sejahtera
26 Partai Nasional Banteng Kerakyatan Indonesia
27 Partai Bulan Bintang
28 Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan
29 Partai Bintang Reformasi
30 Partai Patriot
31 Partai Demokrat
32 Partai Kasih Demokrasi Indonesia
33 Partai Indonesia Sejahtera
34 Partai Kebangkitan Nasional Ulama 35 Partai Aceh Aman Sejahtera (Parpol Lokal Aceh)
36 Partai Daulat Aceh (Parpol Lokal Aceh) 37 Partai Suara Independen Rakyat Aceh (Parpol Lokal Aceh) 38 Partai Rakyat Aceh (Parpol Lokal Aceh) 39 Partai Aceh (Parpol Lokal Aceh) 40 Partai Bersatu Aceh (Parpol Lokal Aceh) 41 Partai Merdeka
42 Partai Persatuan Nahdlatul Ummah Indonesia
43 Partai Serikat Indonesia
44 Partai Buruh
"Sejarah partai politik politik di Indonesia yang di awali pertumbuhannya sejak tahun 1912 dalam sejarah perkembangannya memiliki tujuan yang berbeda-beda. Indische partij merupakan partai politik pertama di Indonesia yang menjadi pelopor timbulnya organisasi-organisasi politik di zaman pra kemerdekaan, baik organisasi politik yang bersifat ilegal maupun legal."26
Perlu di jelaskan bahwa partai politik pada zaman pra kemerdekaan pada umumnya bertujuan untuk meperjuangkan tercapainya cita-cita Indonesia ke depan.
Setelah Indische Partij di bubarkan oleh pemerintah Kolonial Belanda, maka pada tahun 1919 kembali di dirikannya National Indische Partij (NIP) yang kemudian di susul lahirnya partai-partai politik baru, antara lain : 1). Indische Social Democratische Vereniging (ISDV), 2). Partai Nasional Indonesia, 3). Partai Indonesia, 4), Partai Indonesia Raya, 5), Serekat Islam, 6), Partai Katolik, dan lain-lain.27 Partai-partai politik ini di dirikan bertujuan untuk melakukan pergerakan kearah kemerdekaan Indonesia. Mereka melihat kemerdekaan sebagai hak setiap orang dan sekelompok orang yang terlingkup di dalam suatu bangsa, tanpa perlu menghubungkannya dengan aliran yang hidup dalam masyarakat, maupun ajaran agama yang di anut.
Sedangkan pada rezim pemerintah Jepang yang sangat represif bertahan sampai tiga setengah tahun. Semua sumber daya, baik kekayaan alam maupun tenaga manusia, di kerahkan untuk menunjang perang "Asia Timur Raya". Dalam rangka itu pula semua partai di bubarkan (yang hidup pada masa Kolonial Belanda)29. Namun pada akhirnya pemerintah militer Jepang kembali menyetujui berdirinya sebuah partai politik yang bernama Pusat Tenaga Rakyat (Putera) di bawah pimpinan Empat Serangkai, yakni ; Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, Ki. Hajar Dewantara dan K.H. Mansyur. Namun atas perintah pemerintah Jepang pula, partai politik ini harus di bubarkan pada bulan Maret Tahun 194430.
Menyerahnya tentara Hindia Belanda kepada tentara Jepang, yang di susul dengan kekalahannya tentara Jepang, Membulatkan tekad kita untuk melepaskan diri, baik dari kolonialisme Belanda Maupun fasisme Jepang, Dan mendirikan suatu Negara modern yang demokratis.31 Selanjutnya mengenai sejarah partai politik di Indonesia pada zaman kemerdekaan di mulai dengan di keluarkannya Maklumat Pemerintah tanggal 3 Nopember tahun 1945 yang lahir atas usulan Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BP-KNIP).
Adapun isi Maklumat pemerintah pada tanggal 3 Nopember 1945 di maksud ialah :
1. Pemerintah menyukai timbulnya partai-partai politik, karna dengan adanya partai-partai itulah segala aliran paham yang ada dalam masyarakat dapat di pimpin kejalan yang teratur,
2. Pemerintah berharap supaya partai-partai itu telah tersusun sebelum di langsungkan pemilihan anggota badan-badan perwakilan rakyat dalam bulan januari 1946.
Adanya Maklumat pemerintah tersebut, ternyata mendapat respon positif dari masyarakat dan elit politik pada saat itu, yang di tandai dengan berdirinya partai-partai politik, seperti :
1. Partai Sosialis,
2. Partai Buruh Indonesia,
3. Partai Nasional Indonesia (PNI),
4. Partai Komunis Indonesia (PKI),
5. Partai Rakyat Jelata atau Murba,
6. Masyumi (Majelis Syuro Muslimin Indonesia).33
Tentang Maklumat Pemerintah pada tanggal 3 NopemberTahun 1945 tersebut, Arbi Sanit berkomentar bahwa :
"Setelah keluarnya Maklumat pada tanggal 3 Nopember tahun 1945, dari pada organisasi-organisasi social dan partai politik yang sudah di bentuk, baik pada masa kekuasaan pemerintah colonial Belanda, maupun pada masa kekuasaan Jepang. Demikian pula dengan partai-partai politikyang baru sebagai respon atas keluarnya maklumat tersebut."
Seperti organisasi-organisasi perjuangan kemerdekaan dan partai-partai sebelum kemerdekaan, pengaruh ikatan primordial (yang di dasarkan pada orientasi ras, agama, suku dan antar golongan) terhadap pengorganisasian partai-partai politik setelah proklamasi kemerdekaan Sungguh sangat jelas sekali. Sejalan dengan peningkatan ketergantungan partai politik pada dukungan rakyat atau masyarakat untuk memperoleh kemenagan dalam pemilihan umum Pertama di Indonesia, maka pengaruh ikatan-ikatan primordialisme, seperti suku, agama dan kedaerahan semakin kentara mempengaruhi kehidupan dan pengorganisasian partai-partai politik awal kemerdekaan di Indonesia. Dapat di bedakan misalnya, antara partainya "orang santri, orang abangan, dan pryayi, berdasarkan agama dan kebudayaan kelompok masyarakat pendukung partai, terutama di pulau jawa.35 Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi), Nahdatul Ulama (NU), Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII), Partai Tarbiah Islamiah (Perti) misalnya, Twrgolong partainya orang santri. Partai Komunis Indonesia (PKI) dan Partai Sosialis Indonesia (PSI) memperoleh dukungan dari kalangan orang abangan, dan Partai Nasional Indonesia (PNI) yang kekuatan massanya kepada orang priyayi.36
Perlu di tekankan dalam pembahasan ini bahwa 1 (satu) bulan setalah proklamasi kemerdekaan, atau berdasarkan Maklumat Pemerintah pada Tanggal 3 Nopember 1945 tentang anjuran pemerintah untuk membentuk partai politik di dalamnya juga tersirat sistem multy partai. Sebagaimana paparan Miriam Budiardjo, sebagai berikut :
"… satu bulan setelah proklamasi kemerdekaan, kesempatan di buka lebar-lebar untuk mendirikan partai politik, anjuran tersebut mendapat sambutan yang antusias dari para aktivis politik nasaional, baik yang sudah berkecimpung dalam politik masa penjajahan maupun pada masa pasca kemerdekaan. Dengan demikian system kepartaian kembali ke pola multy partai (multy party system) yang telah di mulai sejak zaman kolonial.
Perjalanan partai-partai politik dengan system multi partai (multy party system), berikut basis massa pendukungnya (santri, abangan dan priyayi). Setelah keluarnya Maklumat pemerintah pada tanggal 3 Nopember1945, kemudian sampai ke gerbang Pemilihan Umum Tahun 1955 dengan menerapkan konsep Demokrasi Liberal dan system pemerintahan parlementer.
Pemilihan Umum tahun 1955 yang di selenggarakan pada tanggal 29 September 1955 telah di ikuti oleh 29 (dua puluh Sembilan) partai politik. Namun, hasil akhir setelah pemilihan umum tersebut, maka partai politik yang memperoleh kursi di dewan perwakilan rakyat (DPR) ialah sebagai berikut :
PARTAI POLITIK YANG MEMPEROLEH KURSI PADA PEMILU TAHUN 1955
NAMA PARTAI
1. PNI8.
2. Masyumi
3. Nahdatul Ulama (NU)
4, PKI
5. PSII
6. Parkindo
7. Partai Katolik
8. PSI
9. IPKI
10. PERTI
11. PRN
12. Partai Buruh
13. GPPS
14. PRI
15. PPPRI (Police Employees Association of the Republik of Indonesia)
16. Partai Murba
17. Baperki
18. PIR-Wongsonegoro
19. Gerinda
20. Permai
21. Partai Persatuan Daya(Dayak
22. Unity Parti)
23. PIR-Hazairin
24. PPTI
24. AKUI
26. PRD
27. PRIM
28. Acoma
29. R.Soejono Prawirosoedarso And Associates
Sejarah mecatat bahwa pemilihan umum tahun 1955 merupakan pemilihan umum paling demokratis selama Indonesia berdiri. Pada waktu itu, semua organisasi sosisal politik dapat menjadi peserta pemilu. lihat saja dalam table 1 tersebut di atas, tedapat partai Daya (Dayak Unity Party), yang bernuansa budaya, Partai Polisi dan sebagainya. Padahal jika kita lihat secara kontemporer, sebenarnya hal itu merupakan kebijakan pemilihan umum yang dapat memicu terjadi nya disintegrasi bangsa. Betapa tidak, institusi seperti polisi yang seharusnya sebagai pengaoyom masyarakat, yang harus berdiri di semua golongan (semua pihak), justru pada saat itu di berikan kesempatan sebagai peserta pemilihan umum.
Hasil pemilihan umum tahun 1955 tersebut mampu membentuk lembaga pembuat Undang-Undang Dasar atau yang di kenal dengan nama Konstituante dan Dewan Perwakilan Rakyat. Namun keberadaan Lembaga Konstituante tidak bertahan lama, karena pada tahun 1959 Presiden Soekarno mengeluarkan dekrit presiden yang sangat kontroversial, yaitu Dekrit Presiden 5 juli 1959. Melalui Dekrit Presiden tersebut, maka Indonesia kembali ke Undang-Undang Dasar 1945. Ada pun isi dari Dekrit yang di maksud ialah sebagai berikut:
1. Pembubaran Konstituante,
2. Kembali ke UUD 1945
3. Pembentukan Majelis Permusyawaratan Rakyat sementara (MPRS), dan Dewan Pertimbangan Agung Sementara (DPAS)
Dekrit Presidaen tersebut diatas, menurut Yusril Ihza Mahendra sebagai suatu "revolusi hukum". Tindakan itu adalah perbuatan radikal terhadap konstitusi tanpa menggunakan prosedur ketentuan-ketentuan perubahan UUD atau konstitusi di dalam kostitusi yang di gantikannya. Lebih jelasnya Yusril Ihza Mahendra menerangkan sebagi berikut :
"Jelas kiranya bahwa Dekrit Presiden 5 Juli 1959 adalah sumber hukum bagi berlakunya UUD 1945 di masa sekarang. Saya cendrung sependapat dengan Logeman yang menilai Dekrit Presiden 5 Juli 1959 sebagai suatu revolusi hukum. Tindakan itu adalah perubahan radikal terhadap konstitusi tanpa menggunakan prosedur ketentuan-ketentuan perubahan konstitusi, di dalam konstitusi yang di gantikannya."
Sejak di keluarkannya dekrit Presiden 5 Juli 1959, maka presiden Soekarno selaku presiden berkuasa kembali dengan jargon politiknya "Demokrasi Terpimpin". yang senyatanya dengan bentuk demokrasi seperti ini telah mengubur dalam-dalam semua partai politik di Indonesia sebagai mana di ketahui bahwa sejak Soekarno kembali menjadi Presiden menurut UUD 1945, ia menggalang persatuan nasional dengan memaklumkan Nasakom (Nasional, Agama dan Komunis) sebagai usaha mengakomodasi golongan-golongan yang ada dalam masyarakat. Dengan kekuasaan presiden yang begitu besar, rupanya golongan Nasionalis dan Komunis yang lebih mempunyai akses kepada presiden.
Pada tanggal 11 Maret 1966 Presiden Soekarno mengeluarkan surat perintah yang dikenal dengan "Supersemar" kepada Letnan Jendral Soeharto (Menteri/Panglima Angkatan Darat) yang pada pokok nya berisi perintah kepada Letnan Jendral Soeharto untuk dan atas nama presiden, selaku pimpinan revolusi mengambil segala tindakan yang di anggap perlu guna keamanan dan ketegangan serta ke stabilan Negara dan pemerintah. Berbekal surat perintah itu Soeharto menetapkan pembubaran dan pelarangan. Partai Komunis Indonesia (PKI). Larangan dan pembubaran PKI tersebut, kemudian di tuangkan secara resmi dalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Nomor XXV/MPRS/1966 yang menyatakan bahwa paham atau ajaran komunis/marxisme/leninisme pada hakekatnya bertentangan dengan Pancasila. Yusril Ihza Mahendra pun mengomentari hal tersebut sebagai berikut :
"Pada zaman Demokrasi Pancasila pada awal nya partai politik boleh menggunakan ideologinya masing-masing, kecuali partai-partai yang menggunakan ideology Komunis Indonesia. Komunis secara resmi di larang dan Partai Komunis Indonesia (PKI) dengan resmi di bubarkan. Secara resmi Ketetapan MPRS Nomor XXV/MPRS/1996 menyatakan bahwa paham dan ajaran Komunis/Marxisme-Leninisme pada hakikatnya bertentangan dengan Pancasila."
Bertitik tolak dari supersemar tersebut maka kekuasaan Soekarno dengan system politik Demokrasi Terpimpinya menjadi lenyap. Lenyapnya kekuasaan soekarno kemudian di perkuat dangan ketetapan MPRS melalui Sidang Istimewa pada tahun 1967 mengangkat jendral Soeharto sebagai pejabat Presiden, sehingga sebagai symbol pun Soekarno tidak diakui sebagai pemegang kekuasaan. Dan pada bulan Maret 1968 MPRS mengangkat Jendral Soeharto sebagai Presiden definitf42. Setelah Soeharto resmi menjabat sebagai presiden maka rezim Orde Baru pun muncul, dan melahirkan "Demokrasi Pancasila". Istilah ini lahir sebagai tandingan terhadap istilah "Demokrasi Terpimpin" Dibawah pemerintahan Soekarno, Maka rezim baru yang menggantikannya mulai memperhatikan keberadaan partai politik. Hal ini terlihat dalam pelaksanaan pemilihan umum tahun 1971 denagan mengikutkan 9 (Sembilan) partai politik di tambah Golongan Karya sebagai peserta pemilu. Agar lebih jelasnya dapat di lihat pada table berikut ini :
PARTAI POLITIK DAN JUMLAH KURSI
PADA PEMILIHAN UMUM TAHUN 1971
NO PARTAI POLITIK PESERTA PEMILU JUMLAH KURSI
1. Partai Nasional Indonesia 20
2. Partai Muslimin Indonesia 24
3. Murba -
4. Partai Kristen Indonesia 7
5. Partai Katolik 3
6. PERTI 2
7. IPKI -
8. Partai Nahdatul Ulama 58
9. PSSI 10
10. Golongan Karya 236
Jumlah 360
Selanjutnya, Pada tahun 1973 diadakan penyederhanaan partai politik. Yaitu pada tanggal 5 Januari 1973 empat partai yang beridiologikan Islam seperti Partai Nahdatul Ulama, Partai Muslimin Indonttesia, Partai Serekat Islam Indonesia, dan Persatuan Tarbiah Islamiah (Perti) bergabung menjadi Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Selain dari itu, 5 (lima) partai, yaitu Partai Nasional Indonesia, Partai Kristen Indonesia, Partai Katolik, Partai Murba, dan Partai Pendukung kemerdekaan Indonesia (IPKI) bergabung menjadi Partai Demokrasi Indonesia (PDI).43 Dengan demikian mulai pemilihan umum pada tahun 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997 hanya ada 3 (tiga) Partai politik beserta Golongan Karya yang menjadi peserta pemilihan umum. Agar lebih terperinci, maka penulis menguraikan seluruh jumlah partai politik yang ikut pemilihan umum sejak tahun 1955- 1997, sebagi berikut :
OPP SEJAK SEJAK TAHUN 1955
HINGGA PEMILU TAHUN 1997
NO TAHUN PEMILIHAN UMUM JUMLAH OPP KETERANGAN
1 1955 29 -
2 1971 10 Termasuk Golkar
3 1977 3 Sda
4 1982 3 Sda
5 1987 3 Sda
6 1992 3 Sda
7 1997 3 Sda
Sejak rezim Orde Baru berlangsung dari tahun 1968 sampai 1998. Dalam jangka waktu tersebut, ekonomi Indonesia bekembang pesat namun demikian praktek kolusi, korupsi dan nepotisme (KKN) juga merajalela. Selain itu kesenjangan antara rakyat yang kaya dan miskin juga makin melebar Adapun kekurangan system pemerintahan Orde baru di bawah tangan soeharto, Yaitu : Kolusi korupsi dan nepotisme semakin merajalela, Pembangunan Indonesia yang tidak merata, Bertambahnya kesenjangan sosial (ketimpangan pendapatan antara si kaya dan si miskin), Kritik di bungkam dan Oposisi di haramkan, kebebasan pers sangat terbatas.
Berdasarkan hal tersebut Pada awal Mei tahun 1998 terjadi gelombang Demonstrasi besar-besaran yang di lakukan oleh mahasiswa. Mahasiswa mendesak Suharto agar turun dari jabatan presiden, dan puncaknya pada tanggal 21 Mei akhirnya Presiden Soeharto resmi mengundurkan diri dari jabatan Presiden republik Indonesia, dan jabatan Presiden kemudian di serahkan kepada B.J. Habibie. Semenjak Rezim Orde Baru runtuh, Pada tahun 1998 hinga tahun 2009 berbagai macam partai polik pun lahir, tidak seperti halnya pada masa orde baru berkuasa yang hanya ada 3 partai politik saja yang di perbolehkan ikut dalam pentas politik. Pada tahun 1999 partai politik yang lolos sebagai peserta pemilu berjumlah 48 partai politik dan hasil pemilu tahun 1999 ini melahirkan Mega Wati Soekarno Putri Sebagai Presiden Republik Indonesia, dan pada tahun 2004 Partai politik berjumlah 24 Partai.
Hasil pemilu tahun 2004 tersebut mengantarkan Susilo Bambang Yudhoyono sebagai Presiden Republik Indonesia Ke 6 (enam) setelah Mega Wati Soekarno Putri. Namun Di saat perjalanan pemeritahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, telah terjadi gerakan Separatis yang membahayakan kesatuan dan persatuan bangsa, yang dilakukan Oleh Gerakan Aceh Merdeka, Namun pergerakan GAM tersebut dapat di redam setelah Pemerintah Indonesia mengadakan Peoses perdamaian pada tahun 2005.
Proses perdamaian tahun 2005 tersebut telah mentranspormasi Aceh dari medan perang menjadi arena pertarungan politik paling dinamis, sekaligus laboratorium Demokratisasi yang melahirkan terobosan-terobosan inovatif dalam politik Indonesia. Setelah sukses dengan eksperimen calon independen dalam pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2006, dalam pemilu tahun 2009, Aceh mempelopori lahirnya partai Politik lokal, 6 (enam) Partai politik 2 (dua) diantaranya berbasis mantan gerakan Pro kemerdekaan dan referendum-bertarung bersama 38 (tiga puluh delapan) Partai politik Nasional.45
Untuk lebih jelasnya penulis akan menguraikan Partai politik Nasional dan partai politik lokal Aceh yang menjadi peserta pemilu Tahun 2009, Dalam tabel berikut :
JUMLAH PARTAI POLITIK NASIONAL DAN PARTAI POLITIK LOKAL
PESERTA PEMILU TAHUN 2009 BERDASARKAN NOMOR URUT
NO NAMA PARTAI POLITIK
1 Partai Hati Nurani Rakyat
2 Partai Karya Peduli Bangsa
3 Partai Pengusaha Dan Pekerja Indonesia
4 Partai Peduli Rakyat Nasional
5 Partai Gerakan Indonesia Raya
6 Partai Barisan Nasional
7 Partai Keadilan Dan Persatuan Indonesia
8 Partai Keadilan Sejahtera
9 Partai Amanat Nasional
10 Partai Perjuangan Indonesia Baru
11 Partai Kedaulatan
12 Partai Persatuan Daerah
13 Partai Kebangkitan Bangsa
14 Partai Pemuda Indonesia
15 Partai Nasional Indonesia Marhaenisme
16 Partai Demokrasi Pembaruan
17 Partai Karya Perjuangan
18 Partai Matahari Bangsa
19 Partai Penegak Demokrasi Indonesia
20 Partai Demokrasi Kebangsaan
21 Partai Republika Nusantara
22 Partai Pelopor
23 Partai Golkar
24 Partai Persatuan Pembangunan
25 Partai Damai Sejahtera
26 Partai Nasional Banteng Kerakyatan Indonesia
27 Partai Bulan Bintang
28 Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan
29 Partai Bintang Reformasi
30 Partai Patriot
31 Partai Demokrat
32 Partai Kasih Demokrasi Indonesia
33 Partai Indonesia Sejahtera
34 Partai Kebangkitan Nasional Ulama 35 Partai Aceh Aman Sejahtera (Parpol Lokal Aceh)
36 Partai Daulat Aceh (Parpol Lokal Aceh) 37 Partai Suara Independen Rakyat Aceh (Parpol Lokal Aceh) 38 Partai Rakyat Aceh (Parpol Lokal Aceh) 39 Partai Aceh (Parpol Lokal Aceh) 40 Partai Bersatu Aceh (Parpol Lokal Aceh) 41 Partai Merdeka
42 Partai Persatuan Nahdlatul Ummah Indonesia
43 Partai Serikat Indonesia
44 Partai Buruh
Tags
Info